Jogja kita kenal bersama sebagai kota pelajar. Banyaknya Universitas dan Sekolah yang berkualitas membuat Jogja setiap tahunnya diserbu penduduk dari luar daerah. Boleh dikatakan, jumlah yang masuk, lebih banyak daripada yang keluar. Imbasnya, Jogja pun semakin padat, pembangunan pun semakin melebar.
Saya ingat sekitar 2-3 tahun yang lalu diinfo orang rumah kalau akan ada pembuatan KTP elektronik dan harus pulang untuk rekam data. KTP elektronik akan beda dengan model KTP lama, jika dulu cukup foto dan tandatangan (kadang kalau kenal pejabat di kecamatan bisa titip foto dan tanda tangan langsung sudah bisa jadi), kali ini tidak bisa. Harus datang karena ada rekam data sidik jari dan mata. Alasan jarak dan ongkos membuat saya menunda untuk pulang, toh KTP yang ada sekarang masih berlaku dalam jangka waktu panjang, begitu pemikiran saya saat itu.
Rezim pemerintahan kemudian berganti, ada informasi di media cetak saya baca bahwa ktp lama tidak akan diakui, harus sudah punya e-KTP atau minimal surat keterangan sedang memproses e-KTP untuk bisa mengurus segala urusan seperti: perpanjang STNK, buat Rekening Tabungan, bikin SIM, NPWP, BPJS, etc. Jadi mulai panik lah saya. Pekerjaan yang saya geluti selalu berhubungan dengan perbankan, motor pun STNK Jogja Kota yang dulu dikredit dengan 'nembak' KK Jogja dibantu sama marketingnya. Saya harus punya e-KTP.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pada akhir bulan Agustus 2016, pagi hari di koran Kedaulatan Rakyat saya baca, "Kemendagri memperbolehkan pembuatan e-KTP dimanapun asal membawa fotokopi Kartu Keluarga (KK) dan KTP lama, dan tidak perlu surat pengantar RT/RW/ Kelurahan." Mudah banget syaratnya, harus segera mengurus nih gumam saya dalam hati. Saya harus cepat-cepat mengurus karena biasanya kalau syaratnya mudah begini, bakal ramai yang urus. Pagi itu juga saya langsung ambil fotokopi KK, tak lupa capture berita koran tersebut buat argumentasi kalau ditolak, dan segera meluncur ke Dinas Kependudukan dan Catatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Sleman.
Di koran saya baca, pengurusan e-KTP bisa di kecamatan atau langsung di Dinas Dukcapil. Saya langsung saja ke Dinas karena biasanya SDM di dinas jauh lebih baik daripada di kecamatan. Lagian, lebih dekat lokasinya dengan tempat saya membuka usaha.
Sudah agak ramai ketika saya sampai di kantor Dukcapil Sleman. Saya langsung ke meja informasi dan menanyakan perihal pembuatan e-KTP untuk penduduk luar daerah. Petugas di informasi lantas menanyakan apakah saya membawa KTP asli versi lama dan fotokopi KK, langsung saya iyakan dan kemudian saya dikasih formulir pendaftaran e-KTP. Asyik.. gumam saya, sesuai berita di koran nih, minimal kalaupun nanti lama jadinya, saya kan dapat meminta surat keterangan sedang proses pembuatan e-KTP, jadi tidak perlu pulang dan urusan-urusan bisnis yang bersinggungan dengan e-KTP bisa diurus.
Sekitar 2 menit formulir berhasil saya isi, lantas saya klipkan KTP asli versi lama beserta fotokopi KK-nya. Saya harus mengisi formulir sesuai dengan KK, tidak boleh ada yang berbeda dengan KK. Nama, tempat/ tanggal lahir, Pekerjaan, Alamat, semua harus sesuai KK. JFI deskripsi pekerjaan di KK saya sebenarnya belum update, harusnya Wiraswasta, tetapi karena data harus sesuai KK, ya harus diisi sesuai KK. Yang penting jadi dulu, nanti bisa urus lagi kan perbaikan datanya kalau ada waktu senggang. Sekarang prioritas punya e-KTP dulu meski data pekerjaannya belum update.
Berkas saya tumpuk di antrian. Eh.. ternyata belom banyak loh yang antri buat, saya cek ditumpukan hanya sekitar 4 saja, padahal ini baru jam 08.30 WIB, paling-paling yang diproses di dalam juga baru belasan.
Saat saya menunggu untuk dipanggil rekam data, ada seorang anak muda yang nampak gusar keluar masuk ruangan rekam data. Sepertinya dia ada masalah. Ketika dia mulai terlihat lelah dan mengambil duduk disamping saya, saya pun memberanikan diri untuk bertanya sedang urus apa mas? Ternyata sama, dia sedang urus e-KTP, dibela-belain ke pulang ke Jogja dari Jakarta tempatnya bekerja karena sangat butuh e-KTP dalam waktu dekat dan cuma ada waktu sekarang, begitu pengakuannya. Dia pertama mengurus di kecamatan, karena butuh cepat oleh kecamatan disarankan langsung ke dinas saja untuk pencetakan e-KTP nya, tapi pencatatan rekam data tetap di kecamatan.
Ternyata, ketika di dinas permintaannya ditolak karena tidak membawa surat rekomendasi dari kecamatan, maka jadilah si anak muda ini kembali ke kecamatan untuk meminta surat rekomendasi. Oleh pihak kecamatan, surat rekomendasi tidak dikeluarkan karena memang tidak ada prosedural semacam itu, jadilah merasa dipingpong si anak muda ini. Saya cuma bisa mangguk-mangguk saja mendengar ceritanya. Menurut saya akan sulit bagi pihak dinas untuk meluluskan permintaan anak muda ini karena yang antri saja sudah banyak (dinas kan juga mengurus pencetakan e-KTP dari kecamatan-kecamatan), ada blanko e-KTP juga kabarnya terbatas, dan berdasarkan asas keadilan, harusnya yang diproses adalah yang sudah antri duluan. Lain cerita mungkin kalau punya orang dalam, mungkin loh ya.
Sekitar 2 jam saya menunggu hingga dipanggil masuk untuk rekam data. Petugas dengan ramah mempersilahkan saya duduk, kemudian dicrosscek data yang saya isikan di formulir dengan data yang diketikkan petugas ke blanko e-KTP. Setelah semua cocok, saya lantas mulai direkam data sidik jari dan mata. Yang terakhir kemudian adalah foto muka dan tanda tangan elektronik. Ternyata tidak lama proses perekaman datanya, hanya sekitar 3 menit. Kalau dipikir-pikir, kok bisa antri sampai 2 jam ya, padahal satu orang hanya butuh 3 menit saja. Ah.. mungkin yang bertugas rekam data juga rangkap-rangkap kerjanya dengan tugas lain yang harus dilakukan, sepertinya hanya petugas yang muda yang berkompeten kerja prosedural e-KTP ini, mungkin petugas yang lebih tua tidak sampai SDM-nya.
Saya dijanjikan paling cepat akan jadi e-KTP nya sekitar 3 minggu lagi, saya diberi surat keterangan yang dilengkapi dengan keterangan tanggal ambil. Nanti harus bawa surat tersebut dan KTP asli lama ketika mengambil e-KTP.
Waktu terus berjalan, setiap hari saya mengupdate info yang berkaitan dengan pembuatan e-KTP, ada banyak sekali cerita ternyata. Di portal online pernah saya baca, seorang mahasiswi yang kos di daerah Jogja Utara berkeluh kesah dipingpong oleh petugas dinas Dukcapil kota dan kabupaten ketika hendak mengurus e-KTP. Pertama dia datang ke Dukcapil Kota tapi ditolak karena kos di daerah Jogja Utara yang sudah masuk kabupaten Sleman. Disarankan mengurus di dinas sesuai dengan lokasi kosnya yaitu Dinas Dukcapil Sleman. Esoknya dia pergi ke Dinas Dukcapil Sleman tapi ternyata ditolak juga. Waktu itu sepertinya belum ada surat edaran Kemendagri kalau urus e-KTP bisa tidak sesuai alamat asli atau mungkin sudah ada edaran tetapi belum tersosialisasi ke daerah.
Cerita berikutnya, awal September 2016 antrian pembuatan e-KTP menjadi mengular, jika awalnya mengantri untuk proses rekam data hari ini, sekarang menjadi mengantri untuk mendapat tanggal panggilan rekam data. Jika dipikir-pikir, sungguh beruntung saya waktu itu, hari itu kumpul berkas, 2 jam kemudian langsung rekam data. Memang terkadang keberuntungan itu harus dilakukan di waktu dan tempat yang tepat. Saya beruntung karena begitu dapat info, langsung bergerak sebelum orang lain tersadar.
Cerita e-KTP kemudian berlanjut dengan kurangnya blanko dan lebih tersendat lagi dengan adaya temuan kasus mega korupsi yang terendus oleh KPK dan sekarang sedang diproses di pengadilan.
Sesuai tanggal pada surat, saya berangkat agak siangan ke Kantor Dinas Dukcapil Sleman untuk mengambil e-KTP waktu itu. Sangat ramai suasana kamtor, beda dengan saat dulu pertama datang. Saya datang agak siangan karena katanya kalau pagi masih banyak antrian yang mengurus antri tanggal panggil rekam data, agak siang katanya antrian tersebut sudah ditutup. Sudah tidak ada yang antri saja masih ramai, apalagi kalau pagi yah..
Saya langsung masuk ke ruangan tempat pengambilan e-KTP dan menyerahkan surat keterangan yang dulu diberikan beserta KTP asli versi lama kepada petugas. Syukur Alhamdulillah e-KTP saya sudah jadi. Saya pun tersenyum, tak lupa mengucap terima kasih, dan membawa pulang e-KTP tersebut. Sama sekali tidak ada biaya administrasi dalam proses pengurusan e-KTP ini. Keluar uang paling-paling buat parkir kendaraan saja.
e-KTP saya dibuat sesuai dengan tenggang waktu yang dijanjikan. Terima Kasih Dinas Dukcapil Kabupaten Sleman. Maaf jika ada salah-salah kata, jika ada kritikan jadikan sebagai pemompa semangat perbaikan agar ke depan bisa berforma menjadi lebih baik lagi.
Penambahan jumlah penduduk Jogja tidak melulu dimonopoli oleh mahasiswa dan pelajar. Banyak juga penduduk luar daerah yang mengadu nasib mengais rejeki di kota gudeg ini. Kita pasti banyak mengenal pedangan warung makan indomie yang biasaya berasal dari kuningan (Jawa Barat), pedagang warung makan padang, bisnis laundry, bisnis fotokopi, bisnis distro, etc yang tak jarang juga mengambil tenaga kerja dari luar daerah,
Pendeknya, Jogja telah menjadi miniatur Indonesia.Banyaknya penduduk luar daerah, disamping membawa dampak positif, juga membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang timbul diantaranya adalah problem penduduk tak ber-ktp. Jarak menjadi alasan utama penduduk 'malas' mengurus KTP, zaman dahulu kan urus ktp wajib di daerah masing-masing sesuai dengan alamat Kartu Keluarga-nya. Paling-paling baru bisa urus nanti kalau pas mudik lebaran, sekalian pulang, jadi hemat di ongkos. Begitulah problemnya kebanyakan, termasuk saya tentunya, sebagai penduduk luar daerah yang kerja sebagai wiraswasta di Jogja.
Saya ingat sekitar 2-3 tahun yang lalu diinfo orang rumah kalau akan ada pembuatan KTP elektronik dan harus pulang untuk rekam data. KTP elektronik akan beda dengan model KTP lama, jika dulu cukup foto dan tandatangan (kadang kalau kenal pejabat di kecamatan bisa titip foto dan tanda tangan langsung sudah bisa jadi), kali ini tidak bisa. Harus datang karena ada rekam data sidik jari dan mata. Alasan jarak dan ongkos membuat saya menunda untuk pulang, toh KTP yang ada sekarang masih berlaku dalam jangka waktu panjang, begitu pemikiran saya saat itu.
Rezim pemerintahan kemudian berganti, ada informasi di media cetak saya baca bahwa ktp lama tidak akan diakui, harus sudah punya e-KTP atau minimal surat keterangan sedang memproses e-KTP untuk bisa mengurus segala urusan seperti: perpanjang STNK, buat Rekening Tabungan, bikin SIM, NPWP, BPJS, etc. Jadi mulai panik lah saya. Pekerjaan yang saya geluti selalu berhubungan dengan perbankan, motor pun STNK Jogja Kota yang dulu dikredit dengan 'nembak' KK Jogja dibantu sama marketingnya. Saya harus punya e-KTP.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pada akhir bulan Agustus 2016, pagi hari di koran Kedaulatan Rakyat saya baca, "Kemendagri memperbolehkan pembuatan e-KTP dimanapun asal membawa fotokopi Kartu Keluarga (KK) dan KTP lama, dan tidak perlu surat pengantar RT/RW/ Kelurahan." Mudah banget syaratnya, harus segera mengurus nih gumam saya dalam hati. Saya harus cepat-cepat mengurus karena biasanya kalau syaratnya mudah begini, bakal ramai yang urus. Pagi itu juga saya langsung ambil fotokopi KK, tak lupa capture berita koran tersebut buat argumentasi kalau ditolak, dan segera meluncur ke Dinas Kependudukan dan Catatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Sleman.
Di koran saya baca, pengurusan e-KTP bisa di kecamatan atau langsung di Dinas Dukcapil. Saya langsung saja ke Dinas karena biasanya SDM di dinas jauh lebih baik daripada di kecamatan. Lagian, lebih dekat lokasinya dengan tempat saya membuka usaha.
Sudah agak ramai ketika saya sampai di kantor Dukcapil Sleman. Saya langsung ke meja informasi dan menanyakan perihal pembuatan e-KTP untuk penduduk luar daerah. Petugas di informasi lantas menanyakan apakah saya membawa KTP asli versi lama dan fotokopi KK, langsung saya iyakan dan kemudian saya dikasih formulir pendaftaran e-KTP. Asyik.. gumam saya, sesuai berita di koran nih, minimal kalaupun nanti lama jadinya, saya kan dapat meminta surat keterangan sedang proses pembuatan e-KTP, jadi tidak perlu pulang dan urusan-urusan bisnis yang bersinggungan dengan e-KTP bisa diurus.
Sekitar 2 menit formulir berhasil saya isi, lantas saya klipkan KTP asli versi lama beserta fotokopi KK-nya. Saya harus mengisi formulir sesuai dengan KK, tidak boleh ada yang berbeda dengan KK. Nama, tempat/ tanggal lahir, Pekerjaan, Alamat, semua harus sesuai KK. JFI deskripsi pekerjaan di KK saya sebenarnya belum update, harusnya Wiraswasta, tetapi karena data harus sesuai KK, ya harus diisi sesuai KK. Yang penting jadi dulu, nanti bisa urus lagi kan perbaikan datanya kalau ada waktu senggang. Sekarang prioritas punya e-KTP dulu meski data pekerjaannya belum update.
Berkas saya tumpuk di antrian. Eh.. ternyata belom banyak loh yang antri buat, saya cek ditumpukan hanya sekitar 4 saja, padahal ini baru jam 08.30 WIB, paling-paling yang diproses di dalam juga baru belasan.
Saat saya menunggu untuk dipanggil rekam data, ada seorang anak muda yang nampak gusar keluar masuk ruangan rekam data. Sepertinya dia ada masalah. Ketika dia mulai terlihat lelah dan mengambil duduk disamping saya, saya pun memberanikan diri untuk bertanya sedang urus apa mas? Ternyata sama, dia sedang urus e-KTP, dibela-belain ke pulang ke Jogja dari Jakarta tempatnya bekerja karena sangat butuh e-KTP dalam waktu dekat dan cuma ada waktu sekarang, begitu pengakuannya. Dia pertama mengurus di kecamatan, karena butuh cepat oleh kecamatan disarankan langsung ke dinas saja untuk pencetakan e-KTP nya, tapi pencatatan rekam data tetap di kecamatan.
Ternyata, ketika di dinas permintaannya ditolak karena tidak membawa surat rekomendasi dari kecamatan, maka jadilah si anak muda ini kembali ke kecamatan untuk meminta surat rekomendasi. Oleh pihak kecamatan, surat rekomendasi tidak dikeluarkan karena memang tidak ada prosedural semacam itu, jadilah merasa dipingpong si anak muda ini. Saya cuma bisa mangguk-mangguk saja mendengar ceritanya. Menurut saya akan sulit bagi pihak dinas untuk meluluskan permintaan anak muda ini karena yang antri saja sudah banyak (dinas kan juga mengurus pencetakan e-KTP dari kecamatan-kecamatan), ada blanko e-KTP juga kabarnya terbatas, dan berdasarkan asas keadilan, harusnya yang diproses adalah yang sudah antri duluan. Lain cerita mungkin kalau punya orang dalam, mungkin loh ya.
Sekitar 2 jam saya menunggu hingga dipanggil masuk untuk rekam data. Petugas dengan ramah mempersilahkan saya duduk, kemudian dicrosscek data yang saya isikan di formulir dengan data yang diketikkan petugas ke blanko e-KTP. Setelah semua cocok, saya lantas mulai direkam data sidik jari dan mata. Yang terakhir kemudian adalah foto muka dan tanda tangan elektronik. Ternyata tidak lama proses perekaman datanya, hanya sekitar 3 menit. Kalau dipikir-pikir, kok bisa antri sampai 2 jam ya, padahal satu orang hanya butuh 3 menit saja. Ah.. mungkin yang bertugas rekam data juga rangkap-rangkap kerjanya dengan tugas lain yang harus dilakukan, sepertinya hanya petugas yang muda yang berkompeten kerja prosedural e-KTP ini, mungkin petugas yang lebih tua tidak sampai SDM-nya.
Saya dijanjikan paling cepat akan jadi e-KTP nya sekitar 3 minggu lagi, saya diberi surat keterangan yang dilengkapi dengan keterangan tanggal ambil. Nanti harus bawa surat tersebut dan KTP asli lama ketika mengambil e-KTP.
Waktu terus berjalan, setiap hari saya mengupdate info yang berkaitan dengan pembuatan e-KTP, ada banyak sekali cerita ternyata. Di portal online pernah saya baca, seorang mahasiswi yang kos di daerah Jogja Utara berkeluh kesah dipingpong oleh petugas dinas Dukcapil kota dan kabupaten ketika hendak mengurus e-KTP. Pertama dia datang ke Dukcapil Kota tapi ditolak karena kos di daerah Jogja Utara yang sudah masuk kabupaten Sleman. Disarankan mengurus di dinas sesuai dengan lokasi kosnya yaitu Dinas Dukcapil Sleman. Esoknya dia pergi ke Dinas Dukcapil Sleman tapi ternyata ditolak juga. Waktu itu sepertinya belum ada surat edaran Kemendagri kalau urus e-KTP bisa tidak sesuai alamat asli atau mungkin sudah ada edaran tetapi belum tersosialisasi ke daerah.
Cerita berikutnya, awal September 2016 antrian pembuatan e-KTP menjadi mengular, jika awalnya mengantri untuk proses rekam data hari ini, sekarang menjadi mengantri untuk mendapat tanggal panggilan rekam data. Jika dipikir-pikir, sungguh beruntung saya waktu itu, hari itu kumpul berkas, 2 jam kemudian langsung rekam data. Memang terkadang keberuntungan itu harus dilakukan di waktu dan tempat yang tepat. Saya beruntung karena begitu dapat info, langsung bergerak sebelum orang lain tersadar.
Cerita e-KTP kemudian berlanjut dengan kurangnya blanko dan lebih tersendat lagi dengan adaya temuan kasus mega korupsi yang terendus oleh KPK dan sekarang sedang diproses di pengadilan.
Sesuai tanggal pada surat, saya berangkat agak siangan ke Kantor Dinas Dukcapil Sleman untuk mengambil e-KTP waktu itu. Sangat ramai suasana kamtor, beda dengan saat dulu pertama datang. Saya datang agak siangan karena katanya kalau pagi masih banyak antrian yang mengurus antri tanggal panggil rekam data, agak siang katanya antrian tersebut sudah ditutup. Sudah tidak ada yang antri saja masih ramai, apalagi kalau pagi yah..
Saya langsung masuk ke ruangan tempat pengambilan e-KTP dan menyerahkan surat keterangan yang dulu diberikan beserta KTP asli versi lama kepada petugas. Syukur Alhamdulillah e-KTP saya sudah jadi. Saya pun tersenyum, tak lupa mengucap terima kasih, dan membawa pulang e-KTP tersebut. Sama sekali tidak ada biaya administrasi dalam proses pengurusan e-KTP ini. Keluar uang paling-paling buat parkir kendaraan saja.
e-KTP saya dibuat sesuai dengan tenggang waktu yang dijanjikan. Terima Kasih Dinas Dukcapil Kabupaten Sleman. Maaf jika ada salah-salah kata, jika ada kritikan jadikan sebagai pemompa semangat perbaikan agar ke depan bisa berforma menjadi lebih baik lagi.
No comments:
Post a Comment